Minggu, 21 November 2010

“Konsistensi menyongsong kematian husnul khatimah”

Kematian adalah sesuatu yang pasti akan menjemput manusia, namun secara umum pembicaraan tentang kematian bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Bahkan naluri manusia cenderung ingin hidup seribu yahun lagi. Sebagaimana dilukiskan Al-Quran: “Dan sungguh kamu akan mendapati mereka seloba-loba manusia kepada kehdupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang- orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkan dari siksa. Dan Allah mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (Q.S. Al-Baqarah:96).

Banyak faktor yang menyebabkan orang takut akan kematian. Ada orang yang takut mati karena ia tidak mengetahui apa yang akan dihadapinya setelah kematian, mungkin juga karena merasa bahwa yang dimilikinya sekarang lebih baik dari apa yang akan dimilikinya nanti. Ada juga karena membayangkan betapa sulit dan pedih pengalaman mati dan sesudah mati, mungkin karena khawatir memikirkan atau prihatin terhadap keluarga yang ditinggalkan atau karana tidak mengetahui makna hidup dan mati, dan lain sebagainya sehingga mereka merasa cemas dan taku menghadapi kematian. Dari sini lahir pandangan-pandangan optimis dan pesimistis terhadap kematian dan kehidupan.

Islam sebagai tuntutan hidup manusia mengajarkan bahwa ada kehidupan sesudah kematian. Kematian adalah awal dari suatu perjalanan panjang dalam evolusi kehidupan manusia, dimana selanjutnya ia akan memperoleh kehidupan dengan segala macam kesenangan atau berbagai ragam siksa dan kenistaan.

Dalam mengingat kematian ini, Imam Al-Ghazali memagi manusia kepada tiga tingkatan. Pertama : Al-Munhamik, yaitu orang yang tenggelam dalam tipu daya dan hawa nafsu dunia. Ia tidak mengingat kematian dan enggan untuk diingatkan orang tentang kematian. Dan manakalah diingatkan justru akan menjauhkannya dari Tuhannya. Orang seperti ini kurang mempersiapkan bekal untuk menghdapi kematianbahkan justru bergelimang dosa dan maksiat.

Kedua: At-Taib, yaitu orang yang selalu bertaubat memohon ampunan dari Allah. Iapun banyak mengingat kematian yang mendorongnya beramal dan mempersiapkan bekal. Kalaulah ia tidak menyukai kematian, tidak lain karena khawatir bekal yang dipersiapkannya belum cukup sehingga dala kondisi demikian ia takut menghadap Allah.

Ketiga: Al-Arif, yaitu orang yang mengetahui posisi dirinya di hadapan Allah. Ia senantiasa mengingat kematian, bahkan ia selalu menanti saat kematian itu. Karena baginya kematian adalah momentum perjumpaan dengan Allah, Dzat yang selama ini dicintainya dan dirindukannya dan ia memiliki bekal dan persiapan penuh untuk menghadapi kematian.

judul : Konsistensi Menyongsong Kematian Husnul Khatimah

penulis: M. Anis Matta

penerbit : Fitrah Rabbani

· udul Buku : Isti’ab, Meningkatkan Kapasitas Rekrutmen Dakwah

· Judul Asli : Al-Isti’ab fi Hayatid-Da’wah wad Da’iyah

· Penulis : Fathi Yakan

· Penerjemah : ES. Soepriyadi

· Penerbit : Robbani Press

· Tahun : 2005

· Ukuran Buku : 156 ha; 17,5 cm

· ISBN : 979-3304-48-0

· Edisi Cetakan : Cetakan I, Juni 2005

0 komentar: