Minggu, 19 Februari 2012

MENIKAH, MENYATUKAN DUA VISI INDIVIDU DALAM DAKWAH


Dalam salah satu bukunya salim A. Fillah menuliskan bahwa, “ Menikah adalah keindahan, kecuali yang memnganggapnya sebagai beban. Rumah tangga adalah kemuliaan, kecuali bagi yang memandangnya sebagai rutinitas tak bermakna. Menikah, dakwah dan jihad adalah seiring sejalan , kecuali bagi orang – orang yang yang terkacaukan logika dan nalarnya. Menikah adalah bagian dari dua hal ini, kecuali bagi yang yang memandangnya buah yang dipetik atau rehat yang diambil setelah lama menjadi aktivis bujang”.

Ketika mencoba berkaca kepada Rasululloh, maka kita akan menemukan bahwa pernikahan itu mempunyai misi yang mulia, bukan hanya membangun sebuah keluarga yang islami. Beliau mempunyai misi tersendiri ketika akan mempersunting seorang perempuan. Contoh ketika mempersunting Aisyah dan Hafshoh . Keduanya adalah putri-putri dari Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Beliau mempersunting kedua wanita itu untuk tujuan mempererat tali persaudaraan dengan orang – orang yang telah membantu beliau dalam perjuangan dakwah.

Atau saat Rasulullah menikahi Zainab binti Jahsy. Pernikahan ini, yang perintahnya langsung dari Allah SWT ini dilakukan untuk menghapuskan sebuah tradisi di kalangan masyarakat Arab pada waktu itu , yaitu pemalsuan keturunan.

Atau saat Rasulullah menikahi Juwairiyah binti Harits. Beliau menikahi wanita itu untuk memberikan contoh kepada kaum Muslim tentang kebajikan dan pertolongan yang patut diberikan kepada kabilah-kabilah yang telah tunduk sepenuhnya pada pemerintahan Islam pada waktu itu. Jadi kita tahu bahwa selalu ada misi-misi dakwah yang jelas dan riil dalam setiap pernikahan nabi.

Dengan beberapa misi yang kita pelajari dari perjalanan pernikahan yang dilakukan oleh Rasulullah maka kita bisa tahu bahwa menikah dan berdakwah bukanlah dua hal yang saling kontraproduktif. Satu dengan yang lain saling menguatkan. Sehingga tidak ada alasan yang membenarkan bahwa pernikahan yang kita lakukan akan memutus keterlibatan kita dalam dakwah. Salah seorang sahabat, Usamah ibn Zaid sebelum menjadi panglima di usia 18 tahun, telah menikah dengan Fatimah binti Qais di usia 16 tahun.

Sehingga dalam perniahan para kader – ikhwan maupun akhwat- dahwah memiliki sejuta makna, banyak sekali.setidaknya, suatu istitusi keluarga bagi dakwah dapat dipahami sebagai :

1. Bersatunya dua potensi besar pribadi islam dari hasil tarbiyah

2. Bagian dari proyek besar pembentukan masyarakat islami

3. Produktif dalam menghasilkan kebaikan internal maupun eksternal

4. Prototipe pembangunan peradaban baru di masyarakat

5. Memiliki otoritas penuh (daulah) dengan segala idealitasnya

6. Mulai diakui eksistensi social da’I di masyarakat

7. Sarana dalam menjaga keseimbangan dakwah

Oleh karena itu Ustdz, Hasan Al Banna mengemukakan tingkatan amal yang kedua adalah membangun rumah tangga yang islami.


Oleh : Hanafi - Dikutip dari berbagai sumber


0 komentar: